Komunitas Bonokeling

bonokeling563

DONGBUD-Wager. Akulturasi antara kepercayaan lama dan agama baru  melahirkan budaya yang unik. Kekerabatan yang kuat, kecintaan pada budaya serta kearifan lokal merupakan kunci keberhasilan komunitas atau masyarakat tersebut dalam melestarikan tradisinya leluhurnya. Salah satu dari komunitas unik ini adalah Komunitas Adat Bonokeling di Jawa Tengah.

Apa itu komunitas Bonokeling? Apa keunikannya, ritual dll, berikut ini adalah beberapa info dan foto yang mudah-mudahan bermanfaat.

bonokeling-travelkompas3

Para perempuan penganut adat Bonokeling, berbaris menuju kompleks pemakaman leluhur mereka di Desa Pekuncen, Kecamatan Jatilawang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Jumat (5/7/2013). Mereka menjalankan tradisi Unggah-unggahan, ziarah kubur ke makam leluhur yang digelar setiap menjelang bulan Ramadhan. Credit image dan text : travel.kompas

bonokeling1-kompas

Perempuan di komunitas adat Bonokeling mengunjukkan sembah bakti di depan pelataran kompleks pemakaman leluhur mereka di Desa Pekuncen, Kecamatan Jatilawang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, tiga pekan silam. Mereka menjalankan tradisi unggah-unggahan, ziarah ke makam leluhur, yang digelar setiap menjelang bulan Ramadhan. Credit image daan text : travel.kompas

bonokeling34

getty images

bonokeling-bbc32

Komunitas Bonokeling melakukan upacara Unggah-unggahan pada hari Jumat terakhir (12/06) menjelang Ramadhan di Desa Pekuncen, Banyumas, Jawa Tengah. Penganut adat Bonokeling berjalan sejauh 40 kilometer ke kompleks pemakaman Kiai Bonokeling. Mereka berjalan tanpa alas kaki untuk menunjukkan keprihatinan. Credit image dan text : BBC

bonokeling-travelkompas

Para perempuan penganut adat Bonokeling, bergiliran mengunjukkan sembah bakti di depan pelataran kompleks pemakaman leluhur mereka di Desa Pekuncen, Kecamatan Jatilawang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Jumat (5/7/2013). Mereka menjalankan tradisi Unggah-unggahan, ziarah kubur ke makam leluhur yang digelar setiap menjelang bulan Ramadhan. Credit image dan text : travel.kompas

Filosofi, Kepercayaan dll

Maaf, semua isi di halaman ini, baik foto ataupun text adalah copy paste, jadi kalau ditanya ini itu lebih detail, pasti bego. Berikut adalah sepenggal info kecil yang mungkin masih berguna, yang sumbernya, lagi lagi dari copy paste. Lha, bisanya cuma itu doang.

“Dalam kehidupan sehari-hari, mereka mengharamkan mo limo, yaitu madat, maling (mencuri), madon (main perempuan), mabuk, dan main (judi). Mereka dianjurkan senantiasa menggali pengetahuan untuk hidup di akhirat. Mengamalkan pepatah Jawa kuno urip kui mung mampir ngombe yang mengandung makna bahwa hidup itu hanya sesaat, yang abadi adalah hidup akhirat.” Sumber text : travel.kompas

Untuk menjadi pengikut Bonokeling, seseorang harus melewati berbagai ujian. Calon pengikut harus mematuhi beberapa syarat utama untuk menjadi anggota. ”Yang ingin menjadi pengikut harus melewati ujian selama tiga tahun digembleng dengan mengikuti kebiasaan adat Bonokeling. Tradisi ngelaku ini dilakukan untuk ’ngisi balung merti’ atau mendalami nilai-nilai Bonokeling hingga ke sumsum tulang. Kalau tidak kuat, ya keluar,” ujar Kartasari.

Sujito (24), salah satu generasi muda Bonokeling, mengakui, gemblengan terberat dalam mengikuti komunitas adat tersebut adalah wajib mengikuti setiap pelaksanan ritual selama periode waktu tertentu. ”Kalaupun itu hari kerja, harus mengajukan libur. Tapi, itu risiko. Berbeda dengan pergaulan di luar, di sini batin saya tenteram,” tutur pemuda yang mengikuti komunitas adat itu sejak SMA. Credit text : travel.kompas

http://travel.kompas.com/read/2013/08/03/1438076/Bonokeling

Demikianlah tulisan kecil tentang aktiviatas budaya komunitas adat Bonokeling. Walaupun 100 % cuma copy paste dan comot foto doang, harapannya tetap sama yaitu mudah-mudahan masih bermanfaat.

Terima kasih untuk fotografer, pemilik image dan penulisnya aslinya.

……… o O o ……….

14 respons untuk ‘Komunitas Bonokeling

    1. salah ketik bisa jadi pemicu konflik itu nanti.. hahahahaghh..
      mungkin juga terjadi nya perang dunia juga dari masalah sepele yah..

    2. iya mas Hyaidosomuko, mungkin saja begitu kalau di dunia luar sana.

      untungnya ini blog abal-abal, jadi saya bisa mentertawakan diri sendiri.

      walah, simbah juga nakal, udah dibilangin tolong di edit malah cuman dicoret.

      *anyway, bodo bukan bodoh, bodo kalau nggak salah itu nama baju, baju bodo = baju yg longgar dan kedodoran?… he he he…

  1. saya jadi ingat waktu kecil dulu, di desa saya ada kepunden leluhur yang setiap waktu tertentu dan setiap ada acara selalu diadakan di situ dan juga dengan beberapa tata cara adat yang kental budaya. mungkin ini sama juga dengan artikel diatas. dan saya kira di setiap desa ada aktifitas budaya seperti ini.

    tapi sayangnya, sekarang ini sudah mulai pudar dan tergerus oleh modernisasi atau karena tidak adanya getuk tular ke generasi yang lebih muda dari generasi diatasnya, mungkin generasi muda itu termasuk saya :(. semua itu sudah terputus linknya. apalagi generasi muda dibawah saya. saya melihatnya sudah tidak ada sama sekali linknya dengan kebudayaan kebudayaan dari moyang mereka

    1. Mbak Bluesea,

      mungkin itu yg di namakan ‘kepaten obor’.

      supaya obor itu tidak mati, kita nyalakan lagi obor itu di dalam hati dan jiwa kita masing2, ketika lentera obor itu menyalah maka kita bisa menerangi diri kita serta orang2 di sekitar kita, jika banyak jiwa2 yg sudah tercerahkan maka kita semua bisa mencerahkan bangsa dan nagari, bahkan dunia 🙂

    2. Jeng Dewi,

      iya betul itu istilahnya kepaten obor..

      benul hhehe 😀 .. ada lentera di setiap hati kita..
      tugas kita cuma satu, menjaga untuk tetap menyala agar semakin terang..

      perkataan Jeng Dewi adalah doa.. semoga apa Tuhan mendengar..

      amiin 🙂

  2. Ternyata banyak juga yg belum tahu ya?
    Berarti artikel dan gambar yg saya sharing di atas ada gunanya juga.

    Nusantara terlalu luas, ada banyak budaya dan tradisi yang tidak kita ketahui. Bagi mereka yg tidak tertarik dengan info budaya, keaneka ragaman ini tentu tidak ada gunanya dan dipastikan tidak akan pernah mereka ketahui. Kalaupun tahu, mereka akan mencoba mencari kelemahan, perbedaan atau kekurangannya, bukan belajar dari kesederhanaan atau keanekaragamannya. Ah, ini mungkin hanya perasaan saya saja………

    *lama menghilang, sekali muncul langsung mabuk ngalor ngidul

    1. sini sini sini …
      kebetulan sedang ada imunisasi, disuntik dulu ya, biar ga kejang-kejang, wuakakakakakaka

  3. Selamat SORE kepada
    @Oom Wager;
    @Para Warga Padepokan Mbelgedez;
    Para Alumni dan Para Sedulur Semua@

    Tulisan yg menarik & bagus…., ttg Adat Istiadat (Kultur-Akulturasi)) Komunitas di Suatu Daerah di Nusantara (Indonesia), hanya ada sayangnya….. alias kurang GREGET & KOMPLIT (ataukah memang di sengaja tdk di expose-kah…oleh Simbah Wager..?), yakni RITUAL yg dilakukan oleh PARA PAGAR AYU… apalagi yg berkulit Kuning Putih Langsat & Sensual……. Menyehatkan mata & bikin berdebar……. Heheeheee………

    Rahayu Sagung Dumadi,
    Jayadanjayalahblogdongbudpadepokanmbelgedez,
    Majulahdanjayalahnusantaramerahputihibupertiwi…..

    1. Salam Kang Pejalan,
      Stok colongan foto saya cuma dapatnya segitu aja Kang. Saya juga bingung koq tak ada pagar ayu-nya? Jadinya diupload apa adaanya sekedar sebagai file.

      Tulisan yang ada greget dan bikin gregetan menyusul nanti.

Nama, mail dan website BOLEH diKOSONGkan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.